Pesantren di Era Digital: Antara Adaptasi dan Resistensi
- mohnovil22134
- Feb 26
- 3 min read

Di era digital, arus informasi berkembang dengan pesat. Internet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, menghubungkan hampir semua aspek kehidupan manusia, termasuk sektor pendidikan. Hampir setiap institusi pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi, memanfaatkan internet untuk promosi melalui media sosial dan website. Platform digital ini menjadi tolak ukur utama bagi calon siswa atau mahasiswa dalam mencari informasi tentang suatu lembaga pendidikan.
Namun, di tengah derasnya arus digitalisasi, ada satu sektor pendidikan yang masih menghadapi problematika dalam pemanfaatan internet, yaitu pesantren. Sebagian pesantren masih membatasi atau bahkan menghindari penggunaan internet karena dianggap membawa dampak negatif. Padahal, jika dikelola dengan baik, internet dapat menjadi alat strategis bagi pesantren dalam memperkuat branding, meningkatkan transparansi, dan memperluas jangkauan dakwah.
Pesantren dan Perannya dalam Pendidikan
Apa itu pesantren?
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia, di mana para santri tinggal dan belajar di bawah bimbingan seorang kiai. Namun, lebih dari sekadar institusi pendidikan, pesantren memiliki peran yang lebih luas dalam membentuk moral dan karakter santri. Pembelajaran di pesantren menekankan pada aspek akhlak sebelum aspek akademik, menjadikan moralitas sebagai fondasi utama dalam pendidikan Islam.
Fungsi pesantren
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pesantren memiliki tiga fungsi utama:
Lembaga Pendidikan: Pesantren mencetak generasi yang berilmu dan berakhlak mulia.
Lembaga Dakwah: Menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat secara luas.
Pemberdayaan Masyarakat: Pesantren berkontribusi dalam pembangunan sosial dan ekonomi komunitas sekitarnya.
Statistik dari Kementerian Agama RI menunjukkan bahwa jumlah pesantren terus meningkat setiap tahunnya, khususnya di Jawa Timur:
Tahun 2021: 4.452 pesantren
Tahun 2023: 6.745 pesantren
Tahun 2024: 7.125 pesantren
Peningkatan ini menunjukkan bahwa pesantren tetap menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam menempuh pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman.
Adaptasi Pesantren dalam Era Digital
Jenis Pesantren dan Potensi Digitalisasi
Pesantren dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis:
Pesantren Salaf: Berfokus pada kajian kitab kuning dan pendidikan tradisional.
Pesantren dengan Pola Pendidikan Muadalah: Mengombinasikan pendidikan pesantren dengan kurikulum formal.
Pesantren yang Terintegrasi dengan Pendidikan Umum: Mengadopsi sistem pendidikan nasional dengan tambahan pendidikan agama.
Pesantren perlu memahami bahwa era digital bukanlah ancaman, melainkan peluang. Adaptasi terhadap perubahan teknologi bukan berarti meninggalkan nilai-nilai Islam, tetapi justru memperkuat dakwah dengan cara yang lebih efektif dan modern.
Strategi Digitalisasi Pembelajaran di Pesantren
Pesantren dapat mengadopsi beberapa bentuk digitalisasi dalam sistem pembelajaran mereka:
Transformasi Digital dalam Pembelajaran
Implementasi Learning Management System (LMS) seperti Moodle atau Google Classroom.
Kajian berbasis digital dalam bentuk video, audio, dan teks.
Penggunaan e-Kitab dan tafsir digital sebagai sarana modernisasi studi Islam.
Manfaat Digitalisasi dalam Pendidikan Pesantren
Akses pembelajaran yang lebih luas tanpa batasan ruang dan waktu.
Pembelajaran interaktif dan lebih efektif.
Dokumentasi dan arsip digital yang lebih sistematis.
Dakwah Digital: Membangun Branding Pesantren
Media sosial memiliki peran krusial dalam membangun branding pesantren dan menarik minat calon santri. Beberapa strategi yang dapat diterapkan, antara lain:
Storytelling dalam Dakwah: Menyampaikan pesan moral dengan narasi yang menarik untuk menarik generasi muda.
Forum Diskusi Daring: Membuka ruang bagi santri dan masyarakat untuk berdiskusi tentang Islam.
Streaming Kajian: Menyiarkan kegiatan pesantren melalui platform seperti Instagram, TikTok, atau YouTube untuk meningkatkan keterjangkauan dakwah.
Selain itu, pesantren dapat memperkuat identitas digital mereka dengan mengembangkan website dan aplikasi pesantren, yang berfungsi untuk:
Penerimaan Santri Baru (PSB): Mempermudah proses pendaftaran dan memberikan informasi tentang program unggulan pesantren.
Administrasi Digital: Menghemat penggunaan kertas dan meningkatkan efisiensi pengelolaan data santri.
Komunikasi dengan Orang Tua: Memungkinkan orang tua untuk memantau perkembangan anak mereka melalui aplikasi yang terintegrasi dengan sistem pesantren.
Peluang dan Tantangan Dakwah Digital
Peluang
Jangkauan dakwah yang lebih luas.
Keterlibatan generasi muda dalam syiar Islam.
Potensi monetisasi melalui konten dakwah untuk mendukung keberlanjutan pesantren.
Pemanfaatan AI dan Big Data dalam analisis tren dakwah.
Tantangan
Resistensi terhadap Teknologi: Masih ada pesantren yang menolak digitalisasi karena kekhawatiran akan dampak negatifnya.
Ketergantungan pada Platform Pihak Ketiga: Bergantung pada platform seperti YouTube atau Facebook dapat membatasi kontrol pesantren terhadap kontennya.
Keamanan Siber: Risiko serangan siber atau penyalahgunaan data santri.
Hoaks dan Penyalahgunaan Dakwah: Risiko misinformasi yang dapat memicu konflik dalam komunitas Islam.
Kompetisi dengan Konten Hiburan: Konten dakwah harus dibuat menarik agar dapat bersaing dengan konten lain yang lebih menghibur.
Kesimpulan: Mampukah Pesantren Beradaptasi?
Pada akhirnya, kesiapan pesantren dalam menghadapi era digital sangat bergantung pada kepemimpinan dan kebijakan internal masing-masing pesantren. Para kiai dan pengelola pesantren perlu mempertimbangkan:
Apakah mereka siap menerima transformasi digital?
Apakah mereka melihat teknologi sebagai ancaman atau sebagai peluang?
Sejauh mana mereka bersedia menyesuaikan sistem pendidikan yang telah berjalan secara turun-temurun?
Pesantren ibarat sebuah "negara kecil" yang dipimpin oleh seorang kiai. Keputusan mereka dalam menerima atau menolak digitalisasi akan menentukan masa depan pesantren di era modern. Jika pesantren mampu beradaptasi dengan arus digital sambil tetap mempertahankan nilai-nilai Islam, maka mereka tidak hanya akan bertahan, tetapi juga berkembang dan menjadi pusat pendidikan Islam yang lebih maju dan inklusif.
Comments