top of page
Search

Pengaturan Kecerdasan Buatan (AI) di Indonesia: Menjaga Inovasi, Keamanan, dan Keberlanjutan

  • Writer: mohnovil22134
    mohnovil22134
  • Mar 14
  • 9 min read

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa dampak yang signifikan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Seiring dengan kemajuan teknologi yang pesat, Indonesia berupaya untuk memanfaatkan potensi AI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas layanan publik di berbagai sektor. Namun, seiring dengan peluang yang ditawarkan oleh AI, ada juga tantangan besar yang harus dihadapi, terutama dalam hal pengaturan dan pemanfaatan teknologi ini secara etis dan bertanggung jawab.


Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan model pengaturan yang seimbang, yang tidak hanya mendorong inovasi, tetapi juga melindungi masyarakat dari potensi risiko yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan teknologi. Dalam konteks ini, tiga asumsi dasar menjadi landasan penting dalam membangun regulasi dan kebijakan yang mendukung perkembangan AI secara berkelanjutan dan aman.


Asumsi Dasar dalam Pengaturan AI di Indonesia


  1. Selalu ada usaha untuk menerapkan inovasi teknologi baru dalam berbagai sektor atau industri Indonesia terus berupaya untuk mengikuti perkembangan teknologi global, terutama dalam penerapan kecerdasan buatan (AI) di berbagai sektor industri. Pemerintah, bersama sektor swasta dan dunia akademis, aktif mendorong inovasi melalui riset dan penerapan teknologi terbaru di bidang pertanian, kesehatan, pendidikan, manufaktur, dan lain-lain. Inovasi dalam AI diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas layanan di sektor-sektor ini, menjadikan Indonesia lebih kompetitif di kancah global.


  2. Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan teknologi Pemerintah Indonesia memiliki peran kunci dalam memfasilitasi dan mendukung penerapan teknologi baru, termasuk AI. Ini dilakukan melalui kebijakan, penyediaan infrastruktur yang dibutuhkan, serta program-program pelatihan yang membekali sumber daya manusia dengan keterampilan yang sesuai. Pemerintah juga mendorong terciptanya ekosistem yang mendukung riset dan pengembangan teknologi dengan menggandeng sektor swasta, universitas, dan lembaga riset untuk bersama-sama memanfaatkan AI dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi nasional.


  3. Pemerintah melindungi masyarakat dari penyalahgunaan teknologi Meskipun AI menawarkan banyak manfaat, penggunaan teknologi ini juga menimbulkan risiko yang perlu dikendalikan. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memastikan bahwa teknologi AI digunakan secara etis dan tidak disalahgunakan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengembangkan regulasi yang ketat terkait privasi data, keamanan siber, dan perlindungan hak asasi manusia. Pemerintah juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menciptakan pedoman dan standar yang jelas agar teknologi dapat digunakan untuk kebaikan tanpa menimbulkan kerugian sosial atau ekonomi bagi masyarakat.

Diffusion of Innovation



Diffusion of Innovation adalah teori yang menjelaskan bagaimana, mengapa, dan pada kecepatan apa suatu inovasi baru, seperti AI, tersebar dalam masyarakat. Menurut teori ini, adopsi teknologi baru biasanya mengikuti pola tertentu:


  1. Inovator (orang pertama yang mengadopsi teknologi baru),

  2. Pengadopsi awal (mereka yang cepat mengikuti inovasi),

  3. Mayoritas awal (mereka yang mengadopsi setelah melihat keberhasilan awal),

  4. Mayoritas terlambat (mereka yang lebih lambat dalam mengadopsi teknologi),

  5. Penentang (mereka yang menolak adopsi teknologi baru).


Dalam konteks AI, proses penyebaran ini bisa berbeda-beda di setiap negara atau sektor. Perusahaan-perusahaan besar atau individu yang memiliki sumber daya cenderung menjadi pengadopsi pertama, sementara sektor lain yang lebih konservatif mungkin lebih lambat dalam mengadopsi teknologi ini. Keberhasilan penerapan AI bergantung pada faktor-faktor seperti biaya, pemahaman teknologi, serta tingkat kesiapan masyarakat dan infrastruktur.


Secara singkat, penerapan AI di masyarakat mengikuti proses penyebaran yang bertahap, dengan beberapa individu atau sektor mengadopsi lebih cepat dari yang lain, berdasarkan berbagai faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi tersebut.


Tantangan Penerapan Aturan AI di Indonesia

Penerapan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia menawarkan banyak peluang, namun juga membawa sejumlah tantangan serius dalam hal pengaturan dan pengawasan. Beberapa tantangan utama yang dihadapi terkait penerapan aturan AI di Indonesia meliputi:


  1. Transparansi dan Dapat Dijelaskan

    Salah satu tantangan besar dalam penerapan AI adalah kurangnya transparansi dalam bagaimana algoritma bekerja dan menghasilkan keputusan. AI sering kali beroperasi sebagai "kotak hitam," di mana sulit bagi pengguna atau pengawas untuk memahami bagaimana sistem mencapai suatu keputusan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan, terutama dalam aplikasi yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, seperti di sektor kesehatan, keuangan, atau pendidikan. Aturan yang jelas dan transparan sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa AI dapat dipertanggungjawabkan dan dipahami dengan baik oleh semua pihak.


  2. Bias dan Manipulasi

    AI berisiko mengadopsi bias yang ada dalam data yang digunakan untuk melatihnya. Data yang tidak representatif atau tidak adil dapat menyebabkan AI menghasilkan keputusan yang diskriminatif atau bias terhadap kelompok tertentu, seperti bias rasial, gender, atau sosial. Hal ini bisa memperburuk ketidaksetaraan yang sudah ada dalam masyarakat. Selain itu, ada juga potensi manipulasi, di mana pihak-pihak tertentu dapat memanfaatkan teknologi AI untuk mempengaruhi opini publik atau memilih informasi tertentu yang disebarkan kepada masyarakat.


  3. Profiling dan Surveillance

    Penggunaan AI dalam profiling dan surveillance bisa mengarah pada pelanggaran privasi. Sistem berbasis AI yang menganalisis data pribadi dapat digunakan untuk melacak perilaku individu tanpa izin mereka, membentuk profil yang sangat terperinci tentang seseorang, termasuk kebiasaan, preferensi, dan status sosial. Hal ini bisa digunakan oleh pemerintah atau perusahaan untuk mengontrol atau memanipulasi perilaku masyarakat, yang tentunya menimbulkan masalah terkait hak asasi manusia dan kebebasan pribadi.


  4. Pelanggaran Privasi dan Data Pribadi

    Privasi dan perlindungan data pribadi merupakan masalah penting dalam penerapan AI. Data pribadi yang dikumpulkan oleh sistem AI dapat diekspos atau disalahgunakan jika tidak ada kebijakan yang memadai untuk melindunginya. Di Indonesia, meskipun ada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, tantangan besar tetap ada dalam mengimplementasikan perlindungan yang efektif, terutama dengan banyaknya data yang dikumpulkan dari berbagai platform digital yang digunakan masyarakat sehari-hari. Pelanggaran data pribadi dapat menyebabkan kerugian finansial, identitas yang dicuri, atau bahkan penyalahgunaan informasi sensitif.


  5. Fasilitas Tindak Pidana

    Teknologi AI juga dapat digunakan untuk memfasilitasi tindak pidana. Misalnya, AI bisa digunakan untuk membuat deepfakes, yang dapat digunakan untuk penipuan, pencemaran nama baik, atau bahkan perdagangan ilegal. Penggunaan AI untuk tujuan kriminal dapat sangat sulit dilacak dan diatur, karena AI dapat beroperasi dengan sangat cepat dan efektif dalam menyembunyikan bukti. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat dan kebijakan yang jelas diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan AI.


  6. Kontrol & Pengawasan Manusia

    Walaupun AI dapat bekerja secara otomatis, pengawasan manusia tetap sangat penting untuk memastikan bahwa AI tidak bertindak di luar batas yang dapat diterima. Kontrol manusia diperlukan untuk memeriksa dan mengawasi tindakan AI, terutama dalam situasi yang dapat berdampak besar bagi masyarakat, seperti dalam keputusan hukum atau medis. Tanpa pengawasan manusia yang memadai, AI bisa membuat keputusan yang salah atau bahkan berbahaya, dan masyarakat mungkin kehilangan kontrol terhadap teknologi yang mereka gunakan.

Lanskap Pendekatan Artificial Intelligence di Beberapa Negara


Gambar ini menunjukkan pendekatan AI yang berbeda di beberapa negara besar dan wilayah di dunia. Setiap negara memiliki fokus yang berbeda dalam mengembangkan dan mengatur teknologi kecerdasan buatan (AI), berdasarkan nilai-nilai dan prioritas mereka.


  1. Amerika Serikat: Amerika Serikat menekankan pada pengaturan dan tata kelola AI yang efisien untuk meningkatkan kinerja pasar domestik. Mereka juga berfokus pada pengembangan AI yang human-centric dan dapat dipercaya, dengan tujuan memajukan kompetisi ekonomi dan inovasi.


  2. Uni Eropa: Di Uni Eropa, pengaturan AI lebih terfragmentasi, dengan adanya ketegangan geopolitik yang mempengaruhi hubungan antar negara. Uni Eropa berusaha untuk mengembangkan AI yang sesuai dengan nilai-nilai manusia, menjaga keamanan nasional, dan menjaga hak-hak warga negara.


  3. Tiongkok: Tiongkok menghadapi ketidakseimbangan kekuasaan antara pemerintah dan perusahaan dalam pengembangan AI. Negara ini berfokus pada nilai-nilai sosialisme inti dan penguatan keamanan negara, sambil mengejar keunggulan kompetitif dalam inovasi teknologi.


  4. Row (Rest of the World): Di wilayah lain, pendekatan AI bervariasi berdasarkan kebutuhan ekonomi dan persaingan global, dengan fokus pada nilai kebebasan dan hak asasi manusia.


Secara keseluruhan, meskipun negara-negara ini mengembangkan AI dengan cara yang berbeda, mereka semua berfokus pada inovasi teknologi dan kompetisi ekonomi di tingkat global, sambil berusaha menjaga keamanan dan nilai-nilai sosial yang penting.

Metode untuk Membuat Regulasi Terkait AI


Dalam merancang regulasi untuk teknologi kecerdasan buatan (AI), ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan, yaitu pendekatan dasar dan pendekatan mendalam. Masing-masing pendekatan memiliki cara yang berbeda dalam mengatasi tantangan dan kompleksitas yang ditimbulkan oleh penggunaan AI.


  1. Pendekatan Dasar (Tanpa Memahami Secara Mendalam AI)

    Pendekatan ini lebih fokus pada kerangka regulasi yang lebih umum, yang tidak terlalu mendalam dalam memahami teknologi AI atau implikasi spesifiknya. Dalam pendekatan ini, regulasi dibuat berdasarkan prinsip-prinsip umum yang bisa diterapkan pada semua teknologi digital atau sistem otomatis, tanpa harus terfokus pada aspek teknis atau sektoral dari AI.


    Contoh regulasi umum yang mengikuti pendekatan ini adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Regulasi ini mengatur perdagangan elektronik, keamanan informasi, transaksi digital, serta perlindungan data pribadi, yang juga relevan dengan penggunaan AI dalam pengumpulan dan pengolahan data. Pendekatan ini lebih menekankan pada keamanan, privasi, dan perlindungan hak-hak pengguna, serta memberikan pedoman yang lebih luas mengenai penggunaan teknologi digital secara bertanggung jawab.


  2. Pendekatan Mendalam (Memahami AI Secara Langsung)

    Pendekatan ini melibatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang teknologi AI, termasuk aspek teknis, dampak sosial, dan implikasi hukumnya. Pendekatan ini mencoba untuk menyelami secara komprehensif bagaimana AI bekerja, apa dampaknya bagi masyarakat, dan bagaimana regulasi bisa mengatur dan mengawasi AI dalam berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, keuangan, dan pemerintahan.


    Sebagai contoh, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Buatan mengatur secara spesifik tentang penggunaan AI di Indonesia, dengan menekankan pada nilai-nilai etika, transparansi, keterbukaan, dan keamanan data. Regulasi ini lebih terfokus pada prinsip-prinsip etis dalam penggunaan AI, termasuk tanggung jawab penyedia layanan AI untuk memastikan teknologi yang mereka buat tidak menyebabkan kerugian sosial atau merugikan hak-hak individu. Pendekatan ini lebih sektoral, karena secara langsung menyentuh pada aplikasi AI tertentu dan bagaimana hal tersebut harus diatur agar tidak merugikan masyarakat atau menimbulkan bias.


Perbandingan Antara Pendekatan Dasar dan Pendekatan Mendalam

  • Pendekatan Dasar lebih berfokus pada regulasi yang lebih umum dan prinsip dasar yang dapat diterapkan secara luas, tanpa harus mengerti secara teknis bagaimana AI bekerja. Ini lebih cocok untuk kerangka hukum yang dapat mencakup berbagai teknologi digital.

  • Pendekatan Mendalam membutuhkan pemahaman yang lebih kompleks dan teknis tentang bagaimana AI bekerja dan dampak sosialnya. Ini mencakup peraturan sektoral yang lebih terperinci yang dapat menangani masalah tertentu dalam penggunaan AI, seperti keamanan data, transparansi algoritma, dan pengawasan etis.


Contoh Regulasi AI di Indonesia

  • Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Buatan mengatur penggunaan AI dalam konteks etika, memberikan pedoman yang jelas untuk memastikan bahwa penggunaan teknologi AI mengikuti prinsip-prinsip manusiawi dan transparansi dalam pengambilan keputusan otomatis.

  • Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur berbagai aspek keamanan digital, termasuk perdagangan elektronik, yang juga relevan dalam penggunaan AI untuk transaksi online atau e-commerce.

  • Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi berfokus pada keamanan data yang dikumpulkan oleh aplikasi berbasis AI, memastikan bahwa privasi individu terlindungi ketika menggunakan teknologi AI yang mengakses data pribadi.

Stranas AI 2020-2045: Strategi Nasional Kecerdasan Buatan Indonesia


Stranas AI 2020-2045 adalah rencana strategis Indonesia untuk mengembangkan dan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai sektor guna meningkatkan daya saing nasional. Rencana ini terbagi dalam dua tahap utama:


  1. Tahap 1 (2020-2024)

    Pada tahap ini, Indonesia fokus pada pembangunan dasar untuk pengembangan AI, termasuk infrastruktur digital, penguatan SDM, dan penyusunan regulasi. Tujuannya adalah membangun fondasi yang kuat agar AI dapat digunakan dalam sektor-sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, dan industri. Selama tahap ini, juga akan ada upaya untuk mempersiapkan ekosistem yang mendukung penelitian dan pengembangan AI di Indonesia.


  2. Tahap 2 (2025-2045)

    Pada tahap ini, Indonesia akan fokus pada implementasi dan penerapan AI yang lebih luas di berbagai sektor, serta penguatan kompetisi global. Dengan teknologi AI yang lebih matang, Indonesia berharap bisa mempercepat kemajuan di bidang industri 4.0, smart cities, dan solusi berbasis data besar. Fokus juga akan diarahkan pada kolaborasi internasional dan pengembangan aplikasi AI yang berkelanjutan di berbagai sektor ekonomi dan sosial.


Secara keseluruhan, Stranas AI 2020-2045 bertujuan untuk menjadikan Indonesia pemimpin regional dalam teknologi AI, mengoptimalkan potensi AI untuk mempercepat kemajuan ekonomi, serta menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dengan pemanfaatan teknologi yang cerdas, aman, dan bermanfaat bagi semua.

Pendekatan Regulasi Sandbox dan Heuristic dalam Membuat Aturan AI


Dalam mengatur kecerdasan buatan (AI), dua pendekatan yang sering digunakan adalah regulasi sandbox dan heuristic. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menciptakan regulasi yang efektif, namun dengan cara yang berbeda.


  1. Pendekatan Regulasi Sandbox

    Regulasi Sandbox adalah sebuah pendekatan di mana pengujian teknologi AI dilakukan dalam lingkungan terbatas dan terkendali. Dalam kerangka ini, perusahaan atau pengembang dapat menguji teknologi baru (seperti aplikasi AI) dalam skala kecil tanpa risiko yang terlalu besar terhadap masyarakat. Regulasi ini memberikan ruang bagi inovasi sambil memastikan bahwa dampak buruk terhadap masyarakat dan keamanan dapat diminimalkan.


    Keunggulan:

    • Memberikan fleksibilitas bagi inovator untuk mencoba teknologi baru.

    • Mendorong eksperimen dalam penerapan AI tanpa khawatir melanggar regulasi yang ketat.

    • Memastikan pemantauan dan evaluasi langsung terhadap teknologi yang diuji.


    Contoh Penerapan:

    Di sektor fintech, banyak negara menggunakan sandbox untuk menguji aplikasi blockchain atau AI dalam pengelolaan keuangan, tanpa harus langsung merilisnya ke pasar umum. Ini memungkinkan regulator untuk mengevaluasi potensi risiko dan manfaat sebelum penerapan luas.


  2. Pendekatan Heuristic

    Pendekatan Heuristic berfokus pada pembuatan aturan berbasis pengalaman praktis dan intuisi daripada menggunakan aturan yang kaku dan bersifat teoritis. Pendekatan ini mengandalkan pembelajaran dari praktik dan penyempurnaan aturan seiring waktu berdasarkan pengalaman dan hasil yang ditemukan dalam pengaturan dunia nyata.


    Keunggulan:

    • Lebih adaptif terhadap perubahan dan inovasi teknologi yang cepat.

    • Dapat digunakan untuk menangani masalah yang kompleks dan tidak dapat diprediksi.

    • Memberikan ruang untuk pengaturan yang lebih fleksibel dan dinamis.


    Contoh Penerapan:

    Dalam penerapan AI untuk pengawasan atau keamanan data, pendekatan heuristic bisa melibatkan penyesuaian aturan secara berkelanjutan berdasarkan data yang dihasilkan dari penggunaan teknologi AI. Misalnya, jika suatu teknologi AI ditemukan menimbulkan bias, aturan dapat diperbarui secara cepat berdasarkan evaluasi langsung dari situasi tersebut.


Perbandingan Antara Sandbox dan Heuristic

  • Sandbox lebih terstruktur dan terkontrol, dengan eksperimen yang dilakukan dalam lingkungan terbatas, sementara heuristic lebih fleksibel dan berbasis pengalaman yang terus berkembang seiring waktu.

  • Sandbox memberikan ruang aman untuk pengujian, sedangkan heuristic lebih mengandalkan adaptasi dan pembelajaran langsung dalam menghadapi masalah yang kompleks.

  • Sandbox cocok untuk teknologi yang belum sepenuhnya diuji, sedangkan heuristic cocok untuk masalah kompleks yang membutuhkan solusi dinamis.

 
 
 

댓글


AKU NOVIL

Blog ini adalah hasil dari perjalanan belajar dan eksplorasi, semoga bisa menjadi sumber informasi yang bermanfaat dan inspiratif bagi semua pembaca.

UNESA (Universitas Negeri Surabaya)_edit
  • LinkedIn
  • Instagram
  • TikTok
  • Youtube
bottom of page